JAKARTA – Aviation biofuel atau bioavtur merupakan salah satu jawaban bagi upaya penurunan tingkat emisi penerbangan Internasional. ICAO (International Civil Aviation Organization) telah menetapkan target penurunan emisi dari penerbangan international yaitu “Carbon Neutral Growth” pada tahun 2020, dan lebih lanjut pada tahun 2050 tercapainya penurunan emisi sampai pada tingkat 50% dari tingkat emisi tahun 2005. Dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) yang telah disampaikan kepada UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) pada akhir 2016, Indonesia mentargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada tahun 2030. Komitmen ini merupakan penyempurnaan dari target sebelumnya sebesar 26% pada tahun 2020.

Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel

Indonesia pada dasarnya memiliki bahan baku yang potensial untuk produksi biofuel, namun disayangkan hingga saat ini belum ada upaya yang sungguh-sungguh dan terkoordinasi untuk mewujudkan industri biofuel penerbangan. Hal ini mendorong Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggulirkan kebijakan dan program untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan biofuel (termasuk biofuel untuk penerbangan) dari produksi dalam negeri dan potensi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan Internasional.

Sebagai permulaan, Kemenristekdikti melalui Direktorat Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Dirjen Kelembagaan Iptek dan Dikti bekerja sama dengan Dirjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, serta didukung ICAO Enviroment Project menyelenggarakan Technical Workshop on Aviation Biofuel di Hotel Mandarin Oriental (Senin, 10 April 2017). Workshop ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran/pengetahuan, dan koordinasi antara pemerintah dengan para pemangku kepentingan sektor penerbangan lainnya. Terwujudnya industri biofuel penerbangan hanya bisa dimungkinkan apabila ada sinergi positif antara pihak pemerintah sebagai regulator (dalam hal ini Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), lembaga-lembaga penelitian, produser biofuel (antara lain Pertamina), dan para pengguna aviation biofuel yaitu pihak operator penerbangan.

Tujuan workshop ini adalah dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan aviation biofuel termasuk menjalin kerjasama riset di bawah koordinasi tiga kementerian (Kemristekdikti, Kementerian Perhubungan dan Kementerian ESDM). ”Pengembangan dimaksud antara lain identifikasi, teknologi produksi, feed-stock serta potensi dan kapasitas lembaga penelitian,” ujar Kemal Prihatman, Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemenristekdikti.

Lebih jauh Kemal mengatakan, terkait dengan Aviation Biofuel, meskipun secara teori biofuel untuk penerbangan dapat diproduksi melalui beberapa metoda/pathways dan dari berbagai bahan baku, namun pada kelaikannya banyak tergantung dan ditentukan oleh berbagai aspek. Antara lain: isu keberlanjutan/sustainability, ketersedian/feed-stock, tingkat kesiapan teknologi yang dipakai, dan kelayakan ekonomi.

Target dari kementerian tahun depan akan mensupport kegiatan riset bersama dengan fokus energi baru terbarukan, tahun depan sudah akan memulai riset bersama centre of excelent. “Pada Prinsipnya Kemenristekdikti mendukung secara keseluruhan untuk bisa mengimplementasikan pemanfaatan bio fuel untuk aviate,” imbuhnya.

Salah satu regulasi bagi maskapai yang ingin terbang ke Amerika Serikat adalah menggunakan avtur biofuel. “Karena itu, kita harus mendorong agar dunia penerbangan Indonesia menggunakan bahan bakar pesawat berjenis biofuel dalam rangka mengurangi emisi, agar setelah tahun 2020 tidak ada lagi kenaikan emisi karbon. Beberapa negara yang menjual avtur biofuel adalah Eropa, Brazil dan AS dan lain sebagainya,” ujar Wendy Aritenang, senior National Expert on Aviation Environtment, ICAO (International Civil Aviation Organization). Wendy mendorong serta mendukung agar Indonesia bisa terus mengembangkan teknologi alternatif yang ramah lingkungan khususnya biofuel penerbangan.

Peserta yang hadir dalam workshop selain dari kalangan pemerintah, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi, juga diikuti oleh pihak AirBus dan FAA (Federal Aviation Administration – USA ) yang telah melakukan beberapa penelitian dalam aviation biofuel. Lembaga Penelitian yang hadir selain Lembaga Litbang yang tergabung dalam Pusat Unggulan Iptek juga diikuti oleh Lembaga Litbang yang telah melakukan penelitian terkait Biofuel atau Biomassa. Beberapa Lembaga Litbang tersebut diantaranya Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri, Pusat Penelitian Biomaterial-LIPI, Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Pusat Riset Kelautan-Kementerian Kelautan dan Perikanan, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi-Kementerian Pertanian, Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-IPB, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pusat Sumber Daya Energi-BPPT.

Heni Sukmawati, Bagian Komunikasi Publik Kemenristekdikti dan Program Pengembangan Pusat Unggulan Iptek, Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti

TAGS: Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel. Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel. Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel. Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel. Kemenristekdikti Gandeng Dua Kementerian untuk Meneliti Aviation Biofuel

Discover more from FISIP UNTAN

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading